“Dengan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh organisasi yang memiliki badan hukum resmi, maka kepentingan umat akan lebih terlindungi.”
Undang-Undang (UU) Pengelolaan Zakat telah disahkan pada Kamis, 27 Oktober 2011 setelah melalui proses panjang di DPR. UU yang baru ini mengamanahkan pengelolaan zakat akan dilakukan secara terintegrasi dalam skala nasional. Dengan sistem ini, diharapkan dapat melindungi dana umat agar terkelola dengan baik. Selain itu, potensi pengumpulan zakat akan dapat termaksimalkan sehingga pelayanan terhadap mustahik juga akan lebih optimal.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Intitut Pertanian Bogor dan Islamic Development Bank pada 2011, jumlah zakat yang bisa dihimpun mencapai Rp217 triliun per tahun.
Berikut wawancara dengan Sekretaris Jenderal Kementrian Agama, Bahrul Hayat dan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Didin Hafidhuddin.
Apa yang melatarbelakangi penyusunan UU Zakat ini?
UU ini disusun untuk menyempurnakan UU no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang masih dapat lebih dioptimalkan. Pengelolaan zakat akan optimal jika, pertama, dikelola oleh sebuah organisasi pengelola zakat yang memiliki otoritas.Undang-undang ini merumuskan organisasi pengelola zakat sehingga memiliki kepastian hukum.
Kedua, pada saat yang sama, pengelolaan zakat butuh akuntabilitas dan profesionalitas sehingga mampu bermanfaat lebih banyak sesuai tujuan zakat itu sendiri. Akuntabilitas dan profesionalitas agar sebanyak-banyaknya memperoleh dana zakat dari muzaki dan setepat-tepatnya bermanfaat.
Dalam UU yang lama, UU no 38 tahun 1999, otorisasi terhadap lembaga pengelola zakat tidak tegas. Ketidaktegasan itu membuat pengelolaan zakat tidak optimal, karena lemahnya koordinasi BAZNAS dan BAZDA, apalagi koordinasi dengan lembaga-lembaga amil zakat yang dikelola oleh masyarakat.
Apa esensi terpenting mengenai pengelolaan zakat dalam Undang-Undang ini?
Pertama, sistem manajemen zakat yang akan terpadukan. Dalam sistem ini, BAZNAS menjadi satu-satunya lembaga pemegang otoritas zakat. Pemerintah akan berperan dalam pembinaan regulasi dan pengawasan. BAZNAS sebagai organisasi pemerintah non struktural yang sehari-hari berkoordinasi dengan Kementrian Agama akan mengkoordinir pengelolaan zakat secara nasional.
Kedua, dengan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh organisasi yang memiliki badan hukum resmi, maka kepentingan umat akan lebih terlindungi. Pada saatnya nanti muzaki akan lebih mudah melaksanakan zakat dan dananya pun dijamin aman, serta para mustahik akan lebih mudah memperoleh bantuan.
Bagaimana dengan kedudukan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang selama ini telah berperan mengelola zakat?
Dalam Undang-undang ini, Lembaga Amil Zakat harus berbadan hukum untuk memastikan keamanan aset umat yang dikelola. Misalnya jika terjadi kepailitan, maka aset tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Kepastian hukum itu penting untuk memproteksi umat dari pengelolaan zakat yang tak tertib. Kepastian hukum akan memberi kemudahan muzaki dalam melaksanakan pembayaran zakat dan mustahik dalam menerima zakat.
Apa harapan pemerintah dalam pengelolaan zakat nasional setelah UU ini disahkan?
Setelah UU disahkan, mohon masyarakat melaksanakan pembayaran zakat melalui lembaga yang telah ditunjuk oleh UU sebagai pemegang otoritas, yaitu BAZNAS. Asas kepastian hukum lebih terjamin terhadap lembaga yang telah diotorisasi. Saya tentu berharap, dengan sistem yang terintegrasi, potensi zakat yang sangat besar ini dapat tergali. Potensi sekian triliun tidak akan tergali maksimal jika pengelolaannya masih tercerai berai seperti saat ini.
Untuk BAZNAS, saya berharap dapat melakukan upaya kapasitas tata kelola karena antar lembaga pengelola zakat nantinya akan hirarkis dengan BAZ di daerah-daerah. Tugas BAZNAS untuk memperbaiki BAZ- BAZ di daerah.
Pada kesempatan lain Ketua Umum BAZNAS sekaligus Sekretaris Jenderal World Zakat Forum (WZF), Didin Hafidhuddin berharap semua pihak dapat bersinergi dalam menjalankan amanah UU yang baru saja disahkan. BAZNAS sendiri akan bekerja keras mengupayakan pengelolaan zakat yang lebih profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.
“BAZNAS harus siap. Perubahan peran ini merupakan sebuah keniscayaan. BAZNAS akan segera membentuk struktur baru dengan 11 anggota.”
Apa keuntungan dengan adanya UU yang baru disahkan ini?
UU ini memberi semangat untuk menertibkan, mengatur dan sinkronisasi tentang pengumpulan, pemanfaatan dan pendayagunaan zakat. Dengan disahkannya UU ini, sekarang kita memiliki sistem zakat nasional yang dapat menjadi acuan untuk semua pihak. Jika nanti sistem pengelolaan zakat telah terintegrasi, maka kita akan mendapatkan basis data muzaki dan mustahik yang pasti. Dengan demikian, kita, BAZNAS pusat, BAZNAS daerah dan LAZ-LAZ secara bersama-sama dapat memaksimalkan penghimpunan sekaligus pendayagunaan zakat. Saat ini setiap organisasi lembaga pengelola zakat memiliki program masing-masing dan berusaha sendiri-sendiri. Iklan program banyak ditemukan dimana-mana tetapi perubahan pemanfaatan zakat, tidak terlalu signifikan.
Mengapa zakat harus dikelola oleh negara? Apakah ini tidak akan mengurung partisipasi masyarakat dalam mengelola zakat?
Ruh UU Pengelolaan Zakat adalah untuk membuat pengelolaan zakat lebih tertib dan terorganisir dengan baik, bukan mematikan rasa kedermawanan masyarakat atau menghilangkan LAZ yang selama ini dikelola masyarakat. Sehingga saya himbau masyarakat tidak perlu khawatir. Jangan berfikir mengenai lembaga kita tetapi bagaimana pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU ini disebutkan, LAZ yang sudah dikukuhkan oleh menteri sebelum UU ini berlaku, tetap diakui keberadaannya. Sehingga 18 LAZ resmi yang kini ada, tidak perlu khawatir dan ragu-ragu. Dasar hukum dalam islam pun jelas, bahwa zakat harus dikelola oleh amil resmi, bukan sembarangan orang seperti yang termaktub dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 103.
Bagaimana dengan kesiapan BAZNAS sendiri untuk menjalankan perannya sebagai lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat nasional?
BAZNAS harus siap. Perubahan peran ini merupakan sebuah keniscayaan. BAZNAS akan segera membentuk struktur baru dengan 11 anggota yang terdiri dari delapan orang dari unsur masyarakat seperti ulama, tenaga profesional dan tokoh masyarakat islam, sedangkan tiga orang lainnya berasal dari unsur pemerintah. Insyaallah bulan November ini, dengan berakhirnya masa kepemimpinan pengurus yang lama, BAZNAS akan segera melakukan perubahan kepengurusan sesuai Undang-Undang.
Kami juga akan memilih sumber daya manusia yang mau bekerja dengan baik untuk mengelola dana zakat.
Proses perubahan dan persiapannya menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi BAZNAS. Lalu bagaimana dengan program-program penghimpunan dan pendistribusian yang saat ini sedang dijalankan BAZNAS?
Program harus tetap jalan terus, namun karena tangan kami yang terbatas, maka BAZNAS akan menggandeng pihak lain untuk bermitra seperti yang sudah kami lakukan saat ini. Misalnya dalam program pendistribusian bencana, kami bekerjasama dengan Kementrian Sosial. Kemudian bekerjasama dengan LAZ-LAZ dan ormas-ormas islam terutama dalam pendayagunaan, seperti program kaderisasi ulama dengan Dewan Dakwah Islam Indonesia. Semua pihak harus bermitra untuk dapat menyukseskan pengelolaan zakat nasional yang profesional dan akuntabel.
(ndari)sumber: http://www.baznas.or.id/ind/?view=detail&t=berita&id=20111101002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar